Senin, 16 April 2012

Chapter 5 : the meeting


       Laki-laki itu bernama lucas. Seorang pria yang selama kurang dari 3 tahun menghiasi kehidupan Karma. Ya, mereka dulu adalah sepasang kekasih. Tak ada yang aneh waktu itu, Lucas bilang, mau ke luar kota untuk kerjaan kantor. Paling lama seminggu. Dan mereka pun berpisah di bandara. Untuk pertama kalinya Karma melepas Lucas sendirian pergi. Biasanya dia selalu menemani Lucas kemana pun dia pergi, namun kala itu, Lucas bilang ingin pergi sendiri. Karma berat melepas Lucas, namun akhirnya dia mengerti juga. Less is more, sometime, begitu pikir Karma.
     
      Seminggu berlalu, seharusnya Lucas kembali ke apartemen tepat jam !! malam. Karma sudah memperhitungkannya. Namun, hingga pagi menjelang, Lucas tidak pernah datang. Dan hari-hari berikutnya. Tidak ada kabar yang pasti, handphone mati, bahkan keluarganya pun tidak tahu. Lucas seakan hilang di telan bumi. Karma berusaha mencari namun gagal. Tidak ada yang tahu dimana keberadaan Lucas. Seharusnya dia melaporkan Lucas sebagai orang hilang ke kepolisian, tapi dia urungkan niatnya. Apa yang mau dia katakan kepada mereka? Bahwa dia dan orang yang hilang itu sebagai sepasang kekasih? Hanya akan menjadi lelucon konyol saja. Semenjak itu, karma hanya berpikir mungkin Lucas bertemu seseorang yang lebih baik darinya. Tentu, banyak yang lebih baik darinya. Dan Lucas pun memang sangat menarik. Kulitnya yang putih bersih, tinggi semampai, hidung yang lancung layaknya hasil operasi plastik. Dan jangan lupakan bulu halisnya yang tebal dan terbentuk sempurna serta matanya yang tajam bak mata elang. Siapa pun akan meleleh jika melihat paras sempurna itu.

***    

  ‘’Jadi apa yang akan kita lakukan paman?’’ tanya seorang pria muda kepada seorang pria setengah baya di hadapannya. Mereka tengah menikmati purnama di balkon hotel di lantai 12 sambil menegak whisky.
      ‘’Kita harus kembali kesana, nak. Namun kita perlu kotak itu untuk menuju kesana. Paman rasa, mereka akan datang kesini. Kamu harus siap melawan mereka,’’ ujar pria yang di panggil paman itu.
      ‘’jadi, satu-satunya cara hanya dengan menggunakan kotak teleportasi itu? Lalu bagaimana paman bisa kemari tanpa kotak itu?’’ tanya pria muda itu lagi.
      ‘’paman hanya menggunakannya, tidak membawanya. Jika paman membawanya, ratu akan curiga. Menurut informasi terakhir yang paman dapatkan, Aurora sudah menguasai kerajaan. Dan ini mungkin sudah ditakdirkan, kamu harus kembali kesana dan merebut kembali kerajaan kita,’’ Pria muda itu mengangguk saja.
      ‘’Aku tidak mengerti paman, kenapa aku harus berada disini, kenapa aku harus diasingkan? Aku ingin tahu paman,’’ kata pria muda itu,mendesak.
      ‘’jika waktunya tiba, kamu akan mendapatkan penjelasannya,’’ pria muda itu hanya mengangguk saja. Dia tahu, orang yang di panggil paman nya itu tidak akan memberinya jawaban, seperti pertanyaan yang sama yang dia tanyakan pertama kalinya, 15 tahun yang lalu. Pria muda itu menghela nafasnya. Menatap langit penuh dengan taburan bintang serta cahaya purnama yang menerangi malam.
      ‘’Baast, kita harus berangkat besok pagi, siapkan dirimu. Mungkin kita akan bertemu musuh,’’ kata pria yang di panggil paman. Baast, pria muda di sampingnya hanya mengangguk. Dalam pikirannya dia hanya ingin jawaban yang jelas. Semua di luar nalarnya. Keanehan yang mulai dia rasakan ketika tubuhnya berubah. Paman hanya menjelaskan darimana dia berasal, tapi belum tahu  alasannya kenapa dia dibawa ke bumi.

      Whisky semakin merajai otak. Rasa mabuk semakin menekan pikiran Baast. Dia tidak ingin memikirkan itu, namun seperti ada bisikan yang mempertanyakan dirinya sendiri. Paman hanya memperhatikan Baast dari dalam ruang lalu merebahkan badannya di sofa. Tidur. Sedangkan Baast, menegak whiskynya hingga dia pun tak ingat lagi, apakah dia masih terjaga, atau sudak terlelap. Hanya matahari pagi yang menjawabnya, ketika dia terbangun dan masih berada disana. Baast segera masuk ke dalam, dan menemukan paman sudah bersiap-siap. Mereka pergi menuju bandara.

***
      Bandara Ngurah Rai, pukul 11.45 waktu bali. Baast dan pamannya tiba disana. Mereka lalu pergi menuju sebuah villa di daerah bukit dengan taksi. Ada kegalauan dalam hati Baast. Dia seperti merasa kehilangan dan merasa kembali. Ada sesuatu yang hilang dan ingin dia temukan kembali disini. Mereka tiba di tempat yang dituju, sebuah villa di tepi bukit. Dibangun mengarah samudera Hindia nan luas. Sebuah tempat yang eksotis dan romantis. Baast terkenang akan seseorang yang tak ingin dia lupakan namun harus. Seseorang yang dia cintai.

      Malam menjelang, baast memutuskan untuk keluar dari villa dan mencari makan di luar,sedangkan paman cukup merasa kenyang dengan buah-buahan yang disediakan pemilik villa dalam kulkas. Baast memilih sebuah restoran yang pernah dia kunjungi.  Tempat itu tidak terlalu ramai, hanya sebagian meja terisi oleh turis-turis asing. Baast memilih meja di sudut ruangan, agar dia bisa memperhatikan seantero ruangan. Kenangan masa lalunya muncul. Disinilah dia merayakan hari jadi pertamanya bersama kekasih tercinta. Hanya Tiramisu kecil berlilin tunggal yang dijadikan simbol waktu itu, lalu memesan sebotol red wine Chateu Monlot Capet dari Prancis. Sebuah perayaan kecil nan mewah, berakhir dengan tagihan yang bikin dompet menderita.

      Lamunan Baast dibuyarkan oleh kedatangan pelayan wanita. Baast memperhatikan buku menu lagi,lalu matanya tertuju pada red wine itu, dia memutuskan untuk memesan atu gelas red wine serta Chicken Gordon Bleu sebagai menu makan malamnya. Si pelayan menyebut ulang pesanan Baast lalu Baast mengangguk pelan dan si pelayan pun pergi meninggalkannya setelah itu. Tak berapa lama, red wine pun tiba, Baast menghirup aromanya terlebih dahulu, lalu meneguknya sedikit. Setelah itu dia memperhatikan sekeliling restoran, tertuju pada meja di dekat panggung band dimana dia dulu merayakan hari jadi hubungan dia dengan kekasihnya. Baast merasa terenyuh, dia menikmati red wine nya sambil memperhatikan meja itu. Satu gelas habis, dia memesan lagi, kali ini bersamaan dengan makanannya. Baast belum menyentuh makanannya, dia terlena oleh red wine yang sudah berada di otaknya, membuatnya merasa relax dan ringan. Kadar alkohol yang tidak terlalu keras membuat suasana semakin nyaman, dia tersenyum sendiri. Kini, meja itu di tempati oleh dua orang pria. Baast tersadar lalu memalingkan pandangannya ke arah makanannya. Dia akhirnya menyentuh makanan pesanannya,pisau di kanan, garpu di kiri. Dia mengiris tipis, daging ayam bertaburan keju yang meleleh di atasnya. Menyantapnya pelan-pelan. Ingin pandangannya dia tujukan ke meja itu,namun dia urungkan. Dia habiskan setengah porsi makanannya, menegak habis red winenya, perasaannya semakin galau. Dia membayangkan dirinya berada disana, di meja itu bersama kekasihnya. Seorang wanita,membawa gitar, naik ke panggung, dia duduk di atas sebuah kursi yang sudah di sediakan, menopang gitarnya lalu mulai memainkan sebuah lagi. Ya, Baast ingat sekali lagu itu, Shania Twain ‘’you’re still the one’’, menyegarkan ingatannya kembali pada wajah kekasihnya. Kekasihnya suka dengan lagu itu, dia berniat untuk mendekati panggung, paling tidak duduk di dekat sana agar kenangan itu semakin jelas terasa. Langkahnya agak goyah, pengaruh red wine yang menjajah otak. Setibanya di meja itu dia berhenti di belakang seseorang yang tadi menduduki meja itu.

      ‘’Permisi, bolehkah saya bergabung sebentar disini?’’ kata Baast pada pria yang duduk membelakangi dirinya. Pria satu lagi yang duduk di seberang meja hanya tersenyum,  pria yang membelakanginya berbalik menoleh tapi apa yang terjadi, pria itu terkejut bukan main.

      ‘’LUCAS!!!!’’ seru pria itu yang ternyata adalah Karma dan pria di seberang mejanya adalah Moa.

To be continue....   

2 komentar:

  1. menarik, seperti membaca novel Dee :D

    karena cerita seperti ini agak jarang saya baca. jadi maklum kalo komentar saya agak kekanakan :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. terima kasih syifa...mohon bantuannya agar kisahnya semakin menarik...:)

      Hapus